Sumber-sumber hukum yang digunakan apabila membuat suatu keputusan ialah :
- konvensi-konvensi internasional untuk menetapkan perkara-perkara yang diakui oleh negara-negara yang sedang berselisih
- kebiasaan internasional sebagai bukti dari suatu praktik umum yang diterima sebagai hukum
- azas-azas umum yang diakui oleh negara-negara yang mempunyai peradaban
- keputusan-keputusan kehakiman dan pendidikan dari publisis-publisis yang paling cakap dari berbagai negara, sebagai cara tambahan untuk menentukan peraturan-peraturan hukum
Mahkamah dapat membuat keputusan “ex aequo et bono” (artinya : sesuai dengan apa yang dianggap adil) apabila pihak-pihak yang bersangkutan setuju...
Keanggotaan :
Mahkamah terdiri dari lima belas hakim, yang dikenal sebagai ”anggota” mahkamah. Mereka dipilih oleh majelis umum dan dewan keamanan yang mengadakan pemungutan suara secara terpisah. Hakim-hakim dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan akan tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem-sistem hukum yang terpenting didunia diwakili oleh mahkamah. Tidak ada dua hakim yang menjadi warga negara dari negara yang sama. Hakim-hakim memegang jabatan selama waktu sembilan tahun dan dapat dipilih kembali mereka tidak dapat menduduki jabatan lain selama masa jabatan mereka. Semua persoalan-persoalan diputuskan menurut suatu kelebihan dari hakim-hakim yang hadir, dan jumlah sembilan merupakan quorumnya. Apabla terjadi seri, maka ketua mahkamah mempunyai suara yang menentukan.
II.Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) dibentuk pada 2002 sebagai sebuah "tribunal" permanen untuk menuntut individual untuk genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang, sebagaimana didefinisikan oleh beberapa persetujuan internasional, terutama Rome Statute of the International Criminal Court. ICC dirancang untuk membantu sistemyudisial nasional yang telah ada, namun pengadilan ini dapat melaksanakan yurisdiksinya bila pengadilan negara tidak mau atau tidak mampu untuk menginvestigasi atau menuntut kejahatan seperti di atas, dan menjadi "pengadilan usaha terakhir", meninggalkan kewajiban utama untuk menjalankan yurisdiksi terhadapt kriminal tertuduh kepada negara individual.
International Criminal Court juga disingkat sebagai ICCt untuk membedakannya dari International Chamber of Commerce. ICC berbeda dengan Mahkamah Internasional, yang merupakan badan untuk menyelesaikan sengketa antarnegara, dan Hukum Kejahatan Perang.
Bagian luar perairan pedalaman adalaah perairan kepulauan (Nusantara). Wilayah perairan ini dapat dipahami sebagai laut-laut yang terletak diantara pulau-pulau, dibatasi atau dikelilingi oleh garis-garis pangkal, tanpa memperhatikan kedalaman dan lebar laut-laut tersebut. Pada wilayah perairan Nusantara ini, kapal-kapal asing memiliki hak lewat berdasarkan prinsip lintas damai (innocent passage) dan bagi kepentingan pelayaran internasional kapal-kapal asing juga mempunyai hak lewat melalui sea lanes atau lebih dikenal sebagai Alur Laut Kepulauam Indonesia (ALKI). Indonesia telah menetapkan 3 ALKI berdasarkan PP No. 37 tahun 2002. Adanya hak lewat kapal asing berdasarkan prinsip lintas damai dan lintas ALKI ini , membedakan antara hak dan kewenangan antara perairan pedalaman dan perairan Nusantara.
IV.Penyelesaian sengketa dengan cara non litigasi:
1. Negosiasi.
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia. 40 Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik. Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan atau konsensus para pihak.
2. Pencarian Fakta
Suatu sengketa kadangkala mempersoalkan konflik para pihak mengenai suatu fakta. Meskipun suatu sengketa berkaitan dengan hak dan kewajiban, namun acapkali permasalahannya bermula pada perbedaan pandangan para pihak terhadap fakta yang menentukan hak dan kewajiban tersebut. Penyelesaian sengketa demikian karenanya bergantung kepada penguraian fakta-fakta yang para pihak tidak sepakati. Oleh sebab itu dengan memastikan kedudukan fakta yang sebenarnya dianggap sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa. Dengan demikian para pihak dapat memperkecil masalah sengketanya dengan menyelesaikannya melalui suatu Pencarian Fakta mengenai fakta-fakta yang menimbulkan persengketaan.
3. Jasa-jasa Baik
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Jadi fungsi utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegosiasi. Keikutsertaan pihak ketiga dalam suatu penyelesaian sengketa
dapat dua macam: atas permintaan para pihak atau atas inisiatifnya menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaikan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak
4. Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Ia bisa negara, organisasi internasional (misalnya PBB) atau individu (politikus, ahli hukum atau ilmuwan). Ia ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa.
5. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau oleh suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratanpersyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun putusannya tidaklah mengikat para pihak
6. Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketasengketa internasional. Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause compromissoire).
V.Penyelesaian Internasional dalam kerangka Dewan Keamanan PBB
Tujuan PBB seperti yang diamatkan dalam Pasal 1 Piagam PBB, adalah untuk menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Adalah kewajiban PBB untuk mendorong agar sengketa- sengketa diselesaikan secara damai. Dua tujuan tersebut adalah sebuah reaksi yang terjadi akibat pecahnya Perang Dunia II. Adalah upaya PBB agar perang dunia baru tidak kembali terjadi. Adalah kerja keras PBB agar sengketa yang terjadi antar Negara dapat diselesaikan sesegera mungkin secara damai.1
Langkah – langkah lebih lanjut tentang yang harus dilakukan oleh negara
–negara anggota PBB guna penyelesain sengketa secara damai diuraikan
dalam Bab IV (Pacific Settlement of Disputes)
Terkait hal –hal tersebut PBB mempunyai berbagai cara
yang terlembaga dan termuat didalam Piagam PBB. Di samping itu PBB
mempunyai cara informal yang lahir dan berkembang dalam pelaksanaan
tugas PBB sehari –hari. Cara –cara ini kemudian digunakan dan diterapkan
dalam menyelesaikan sengketa yang timbul diantara negara anggotanya.
Dalam upayanya menciptakan perdamaian dan keamanan
internasional, PBB memiliki empat kelompok tindakan, yang saling
berkaitan satu sama lain dan dalam pelaksanaanya memerlukan dukungan
dari semua anggota PBB agar dapat terwujud. Keempat kelompok tindakan
itu adalah sebagai berikut.2
1. Preventive Diplomacy
Preventive Diplomacy adalah suatu tindakan
untuk mencegah timbulnya suatu sengkta di antara para pihak, mencegah
meluasnya suatu sengketa, atau membatasi perluasan suatu sengketa. Cara
ini dapat dilakukan oleh Sekjen PBB, Dewan Keamanan, Majelis Umum, atau
oleh organisasi –organisasi regional berkerjasama dengan PBB. Misalnya
upaya yang dilakukan oleh Sekjen PBB sebelumnya Kofi Annan dalam
mencegah konflik Amerika Serikat – Irak menjadi sengketa terbuka
mengenai keenganan Irak mengizinkan UNSCOM memeriksa dugaan adanya
senjata pemusnah massal di wilayah Irak, walaupun upaya tersebut
akhirnya menemui jalan buntu.
2. Peace Making
Peace Making adalah tindakan untuk
membawa para pihak yang bersengketa untuk saling sepakat, khususnya
melalui cara –cara damai seperti yang terdapat dalam Bab VI Piagam PBB.
Tujuan PBB dalam hal ini berada diantara tugas mencegah konflik dan
menjaga perdamaian. Di antara dua tugas ini terdapat kewajiban untuk
mencoba membawa para pihak yang bersengketa menuju kesepakatan dengan
cara –cara damai.
Dalam perananya disini, Dewan Keamanan hanya
memberikan rekomendasi atau usulan mengenai cara atau metode
penyelesaian yang tepat setelah mempertimbangkan sifat sengketanya.3
3. Peace Keeping
Peace Keeping adalah tindakan untuk
mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian dengan
kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Biasanya PBB mengirimkan
personel militer, polisi PBB dan juga personel sipil. Meskipun sifatnya
militer, namun mereka bukan angkatan perang.
Cara ini adalah suatu teknik yang ditempuh untuk mencegah konflik maupun untuk menciptakan perdamaian. Peace Keeping merupakan “penemuan” PBB sejak pertama kali dibentuk, Peace Keeping telah menciptakan stabilitas yang berarti diwilayah konflik. Sejak 1945 hingga 1992, PBB telah membentuk 26 kali operasi Peace Keeping.
Sampai Januari 1992 tersebut, PBB telah menggelar 528.000 personel
militer, polisi dan sipil. Mereka telah mengabdikan hidupnya dibawah
bendera PBB. Sekitar 800 dari jumlah tersebut yang berasal dari 43
negara telah gugur dalam melaksanakan tugasnya.
4. Peace Building
Peace Building adalah tindakan untuk
mengidentifikasi dan mendukung struktur –struktur yang dan guna
memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah didamaikan
berubah kembali menjadi konflik. Peace Building lahir setelah
berlangsungnya konflik. Cara ini bisa berupa proyek kerjasama konkret
yang menghubungkan dua atau lebih negara yang menguntungkan diantara
mereka. Hal demikian tidak hanya memberi kontribusi bagi pembangunan
ekonomi dan sosial, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan yang merupakan
syarat fundamental bagi perdamaian.
5. Peace Enforcement
Disamping keempat hal tersebut, sarjana Amerika Latin, Eduardo Jimenez De Arechaga, memperkenalkan istilah lain yaitu Peace Enfocement
(Penegakan Perdamaian). Yang dimaksud dengan istilah ini adalah
wewenang Dewan Keamanan berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu
tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya
tindakan agresi. Dalam menghadapi situasi ini, berdasarkan Pasal 41 (Bab
VII), Dewan berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik atau
militer. Bab VII yang membawahi Pasal 41 Piagam ini dikenal juga
sebagai “gigi”-nya PBB (the “teeth” of the United Nations)4
Contoh dar penerapan sanksi ini, yaitu Putusan Dewan
Keamanan tanggal 4 November 1977. putusan tersebut mengenakan embargo
senjata terhadap Afrika Selatan berdasarkan Bab VII Piagam sehubungan
dengan kebijakan Negara tersebut menduduki Namibia (UNSC Res.418[1971]).
Termuat dalam Pasal 33 ayat (1) Piagam yang menyatakan bahwa para pihak yang bersengketa “shall, first of all, seek a resolution by negotiation…,” tersirat
bahwa penyelesaian sengketa kepada organ atau badan PBB hanyalah
“cadangan”, bukan cara utama dalam menyelesaikan suatu sengketa.
Namun
demikian, ketentuan tersebut tidak ditafsirkan manakala sengketa lahir.
Para pihak tidak boleh menyerahkan secara langsung sengketanya kepada
PBB sebelum semua cara penyelesaian sengketa yang ada sudah dijalankan.
Pada kenyataanya bahwa organ utama PBB dapat secara langsung menangani
suatu sengketa apabila PBB memandang bahwa suatu sengketa sudah
mengancam perdamaian dan keamanan internasional.
Organ – organ utama PBB
bedasarkan Bab III (Pasal 7 ayat (1)) Piagam PBB terdiri dari Majelis
Umum , Dewan Keamanan, ECOSOC, Dewan Peralihan, Mahkamah Internasional
dan Sekertariat. Organ-organ ini berperan penting dalam melaksanakan
tugas dan fungsi PBB. Terutama dalam memelihara perdamaian dan keamanan
internasional, sesuai dengan kaedah keadilan dan prinsip hukum
internasional.VI.Laut Teritorial
Laut teritorial atau perairan teritorial (Territorial sea) adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya; sedangkan bagi suatu negara kepulauan seperti Indonesia, Jepang, dan Filipina,
laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan
dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan internal termasuk
dalam laut teritorial pengertian kedaulatan ini meliputi ruang
udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya
dan, kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan menurut
ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea)
lebar sabuk perairan pesisir ini dapat diperpanjang paling banyak dua
belas mil laut (22,224 km) dari garis dasar (baseline-sea)
Istilah laut teritorial dan perairan teritorial kadang-kala digunakan
pula secara informal untuk menggambarkan dimana negara memiliki
yurisdiksi, termasuk perairan internal, zona tambahan, zona ekonomi
eksklusif dan landas kontinen berpotensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar