Minggu, 29 April 2012

Notaris Kecewa atas RUU Jabatan Notaris Versi DPR


Ketua Tim Perubahan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris dari Ikatan Notaris Indonesia (INI) Isyana W Sadjarwo mengaku kecewa dan draf revisi UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang disusun oleh Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia mengatakan ada beberapa usulan dari INI yang tak diakomodir dalam RUU yang sudah ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna itu.

“Ada kekurang puasan dari kami seputar draf yang disusun oleh Panja Baleg. Ini berbeda dengan draf yang diajukan oleh Pengurus Pusat INI,” ujar Isyana dalam seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Notariat Universitas Indonesia di Jakarta, Jumat (21/4).

Isyana mencatat ada beberapa usul INI yang tak diakomodir dalam draf tersebut. Yakni, penegasan INI sebagai satu-satunya wadah organisasi notaris di Indonesia dan tak diakomodirnya konsep cyber notarydalam RUU ini. “Padahal, di era modern ini, konsep cyber notary harus diatur. Kalau seperti ini, kesannya kita ini gaptek (gagap teknologi,-red),” tuturnya.

Lebih lanjut, Isyana mengatakan ada juga beberapa hal ketentuan dalam RUU Jabatan Notaris itu yang berpotensi merugikan notaris. “Misalnya, aturan yang menyatakan notaris yang menjadipejabat negara harus berhenti. Ini kan sangat merugikan. Seharusnya, cukup non-aktif saja sebagai notaris, seperti advokat,” Jelasnya lagi.

Isyana menambahkan yang paling krusial dalam RUU Jabatan Notaris ini adalah hilangnya kewenangan notaris dalam membuat akta tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f dalam UU Jabatan Notaris saat ini. Ia membantahkewenangan ini mematikan profesiPejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).


“Kita memang berbeda pendapat dengan PP Ikatan PPAT. Kenapa Pasal 15 ayat (2) huruf f ini dulu mengatur notaris bisa membuat akta tanah, ya karena PPAT itu belum diatur dalam UU. Sedangkan, BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) menyatakan bahwa akta dibuat oleh pejabat yang diatur UU, dalam hal ini notaris,” jelasnya.

Anggota Baleg dari Partai Demokrat Harry Witjaksono menjelaskan RUU Jabatan Notaris ini baru bersifat rancangan. Karenanya, DPR masih berharap masukan-masukan dari pihak-pihak terkait ketika akan memulai pembahasan RUU ini dengan pemerintah. “Jadi, ini belum kiamat,” tegasnya.

Harry menuturkan dalam pembuatan draf revisi UU Jabatan Notaris ini memang terjadi tarik menarik kepentingan antara notaris dan PPAT. “Khususnya seputar kewenangan notaris dalam membuat akta pertanahan. PPAT menilai itu kewenangan mereka bila dikaitkan dengan UU yang lain, seperti UU Rumah Susun dan UU Hak Tanggungan,” ujarnya.

Meski begitu, Harry meminta agar INI terus mengawal dan memberi masukan dalam pembahasan revisi UU Jabatan Notaris ini. Ia tak menampik bila sikap fraksi-fraksi di DPR telah terbelah, ada yang mendukung PPAT dan ada juga yang pro INI. “Saya tahu beberapa teman (sesama anggota DPR) telah dititipkan oleh IPPAT. Ya, itu tidak apa-apa. Saya harapkan senior-senior dan teman-teman notaris juga mau aktif sharing day by day untuk memberi masukan terhadap pembahasan revisi UU ini,” pintanya.

Harry menjelaskan pembahasan RUU Jabatan Notaris ini kelak bisa diserahkan kepada Panitia Khusus (Pansus) DPR atau Komisi III yang membidangi hukum di DPR. Namun, ia berharap agar RUU ini dibahas dalam Pansus yang terdiri dari anggota Komisi III dan Komisi II yang membidangi pertanahan. “Di Komisi III itu pembahasan UU kurang produktif. Karena banyak lawyer di sana, jadi lima orang pendapatnya ada sepuluh,” ujarnya.

Mantan Sekretaris Jenderal DPR Sri Sumarjati menjelaskan, berdasarkan tata tertib DPR, RUU Jabatan Notaris ini telah ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna. Ketua DPR pun telah mengirim surat ke presiden untuk menugaskan kementerian terkait untuk ikut membahas RUU ini bersama DPR. “Presiden sudah membalas surat ini dan menugaskan Menteri Hukum dan HAM,” ujarnya.

Setelah ini, DPR akan menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menentukan apakah RUU Jabatan Notaris ini akan ditangani oleh Pansus atau ditangani oleh komisi. Ketika pembahasan dimulai, lanjutnya, maka INI bisa menyampaikan kembali masukan-masukannya kepada DPR dan pemerintah. “INI bisa segera membuat surat untuk ikut urun rembuk dalam pembahasan RUU yang penting ini,” pungkasnya.

sumber :  www.hukumonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar