Jumat, 27 April 2012

Psikologi penjatuhan hukum di indonesia

Hukum di Indonesia yang semakin berkembang dan memiliki fungsi tersendiri di dalam pelaksanaannya adalah salah satu ciri terhadap kekhasan indonesia sebagai negara hukum. tetapi seiring dengan pelaksanaan yang ada di lapangan, hukum yang nyata bahkan sering mencederai perasaan masyarakat luas sebagai subjek yang melihat langsung sistem peradilan di negeri mereka, biasanya masalah ini didapat dari penjatuhan hukuman terhadap para pejabat negara yang terbukti melakukan tindakan suap, money laundry maupun gratifikasi yang semuanya adalah tindakan tidak terpuji dari kejahatan korupsi. penjatuhan vonis yang terlalu ringan dianggap sebagai masalah besar bagi rakyat dimana perbandingannya adalah penjatuhan hukuman oleh rakyat biasa yang hanya melakukan tindakan biasa bahkan sepele.
seperti yang telah kita dengar selama ini penjatuhan hukuman para terpidana korupsi secara nominal sangat kontras berbeda dengan penjatuhan hukuman oleh rakyat biasa yang kapasitas pidananya cukup sepele, mulai dari pencurian kakao, pencurian singkong, sampai pencurian sendal.
kejadian demikian telah banyak mengundang komentar dari kalangan masyarakat yang mayoritas tidak setuju dengan sistem semacm itu, karna sebagai bahan pertimbangannya bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa! dan kejahatan pencurian bukan kejahatan luar biasa dan secara nominal penjatuhan hukuman antara 2 objek pidana tersebut sangat berbanding terbalik.

mungkin awam akan melihat penjatuhan hukuman dari kedua objek pidana itu tidak adil, karena secara visual dari angka2 yang terjadi di lapangan sangat mencederai keadilan di masyarakat.
seperti kasus di atas dapat kita contohkan:
1. kejahatan korupsi oleh pejabat negara yang hukumannya selama 1.5 tahun
2. kejahatan pencurian oleh tukang becak yang hukumannya selama 5 tahun

secara nominal sungguh tidak adil, tapi hukuman di dalam hukum itu sendiri memiliki porsi tersendiri.
berdasarkan pengertian pidana sebagai berikut : pidana adalah perasaan tidak enak (penderitaan sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang melanggar undang-undang hukum pidana. 


dengan demikian penjatuhan hukuman oleh para koruptor yang demikian merupakan penjatuhan yang berdasarkan perasaan tidak enak yag pantas dijatuhkan oleh para pejabat tersebut, karna pejabat negara adalah merupakan orang2 yang memiliki pendidikan yang tinggi, tentu dengan angka 1,5 tahun penjara merupakan angka yang sangat memberatkan bagi koruptor tersebut, karna para pejabat juga memiliki tingkat stres yang tinggi, dan secara psikologi itu cukup memberatkan mereka.
sedangkan jika dilihat dari sisi masalah yang kedua dimana seorang tukang becak yang dijatuhkan selama 5 tahun dianggap pantas,  karena seorang tukang becak yang memiliki tingkat stres yang rendah, jadi waktu bukan merupakan hal yang sangat penting bagi dia, sehingga bisa kita simpulkan bahwa seorang tukang becak tersebut dan koruptor memiliki tingkat stres yang berbeda, dan tingkat stres inilah yang menjadi patokan perasaan tidak enak dari pengertian di atas.


begitulah pemahaman tentang perbedaan penjatuhan hukuman kita, dan saya pribadi tetap dengan pendapat saya bahwa korupsi merupakan mutlak kejahatan yang luar biasa dan penanganan atas itu harus ditindak dengan luar biasa pula, agar timbul efek jera yang luar biasa bagi para pejabat negara lainnya,
salam indonesiaku.






Joko Prabowo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar